BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Sifat Magnetik Ion Kompleks
Ion kompleks ada yang bermuatan positif (kation) dan ada yang bermuatan negatif (anion). Ion kompleks yang bermuatan positif (kation) contohnya adalah [Fe(H2O)6]2+ dan [Co(NH3)6]3+. Ion kompleks yang bermuatan negatif (anion) contohnya adalah [Fe(CN)6]4- dan [CoF6]3-. Ion kompleks terdiri atas ion pusat dan sejumlah ligan.
Ion pusat disebut pula dengan ion logam atau atom pusat. Ligan merupakan anion-anion atau molekul-molekul yang mengelilingi ion pusat. Ligan mengdanung atom donor yaitu suatu atom yang berikatan langsung dengan ion pusat. Berdasarkan banyaknya atom donor, ligan dapat dibedakan menjadi ligan monodentat, bidentat dan polidentat. Ligan monodentat merupakan ligan yang memiliki satu atom donor didalamnya. Contoh ligan monodentat yaitu ligan H2O dan NH3 merupakan ligan monodentat. Ligan bidentat merupakan ligan yang memiliki dua atom donor didalamnya. Contoh ligan bidentat yaitu ligan etilenadiamina. Ligan polidentat merupakan ligan yang memiliki lebih dari dua atom donor didalamnya. Contoh dari ligan polidentat yaitu etilenadiaminatetraasetat (EDTA). (Raymond Chang; 2005)
Adapun struktur dari ligan monodentat, bidentat dan polidentat adalah sebagai berikut.
Ligan Monodentat Ligan Bidentat
Ligan Polidentat
Ion kompleks memiliki sifat magnetik. Sifat magnetik ini disebabkan adanya orbital d pada ion pusatnya yang tidak terisi penuh dengan elektron. Elektron adalah suatu partikel bermuatan listrik negatif dan berotasi melalui sumbunya sendiri (spinning). Elektron dapat dianggap sebagai suatu mikromagnet karena mempunyai momen magnetik yang disebut dengan momen spin. Elektron juga dapat bergerak mengelilingi inti atom sehingga mempunyai momen magnetik yang disebut momen orbital. Oleh karena itu sifat magnetik ion kompleks adalah resultan dari momen spin dan momen orbital dari ion kompleks. Dua buah elektron yang berpasangan memiliki spin berlawanan memiliki momen spin 0, sehingga dengan adanya elektron-elektron tunggal dalam orbital dapat menentukan sifat magnetik dari suatu ion kompleks. (Polling dan Harsono; 1986)
Besarnya ukuran sifat magnetik dinyatakan dengan ukuran momen magnetik (μ) dengan satuan Bohr Magneton (BM). Nilai μ ini menyatakan kemampuan zat untuk menarik benda yang bersifat magnet. Nilai momen magnetik ini dipengaruhi oleh spin elektron yang tidak berpasangan dan momen orbitalnya sehingga momen magnetik dapat dihitung secara teoritis dengan persamaan berikut.
μ = [4S(S+1) + L(L+1)]1/2 BM
dimana S adalah bilangan kuantum spin dan L adalah bilangan kuantum momen orbital. Untuk ion kompleks momen orbitalnya dapat diabaikan karena terjadinya interaksi antara ion pusat dengan ligan. Dengan demikian rumusan di atas dapat disederhanakan menjadi:
μ = [4S(S+1) ]1/2 BM atau
μ = [n(n+2) ]1/2 BM
dimana n menyatakan banyaknya elektron yang tidak berpasangan. Sehingga semakin banyak elektron yang tidak berpasangan semakin besar sifat paramagnetiknya. (Kirna; 2004)
Selain itu, sifat magnetik dapat ditentukan oleh adanya elektron yang tidak berpasangan yang terdapat pada orbital d ion pusat sebagai akibat dari perbedaan kekuatan ligan. Salah satu faktor yang menentukan jumlah elektron yang tidak berpasangan adalah penyusunan elektron pada splitting atau pemisahan orbital d ion pusat. Dengan menggunakan diagram pemisahan dapat diprediksi sifat-sifat magnetik dari ion kompleks tersebut. Sifat magnetik dari ion kompleks ada dua yaitu paramagnetik dan diamagnetik. Paramagnetik merupakan sifat dari ion kompleks yang mampu ditarik oleh medan magnet. Sifat paramagnetik dari ion kompleks ini disebabkan oleh adanya elektron yang tidak berpasangan pada diagram pemisah orbital d ion pusatnya. Sedangkan diamagnetik merupakan sifat ion kompleks yang ditolak oleh medan magnet. Sifat diamagnetik dari ion kompleks ini disebabkan oleh tidak adanya elektron yang tidak berpasangan pada diagram pemisah orbital d ion pusatnya. (Cotton dan Wilkinson; 1989)
2.2 Pengaruh Ligan Monodentat Terhadap Sifat Magnetik Ion Kompleks
Menurut teori medan kristal, ikatan antara ion pusat dengan ligannya adalah ikatan ion, sehingga jika suatu ion logam mengikat 6 buah ligan maka gaya tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron dari ligan itu menyebabkan pembentukan susunan oktahedral. Pembentukan ini menyebabkan lima orbital d ion pusatnya mengalami interaksi yang berbeda. Orbital yang berhadapan langsung dengan ligan akan terpengaruh medan ligan lebih besar daripada orbital lain, akibatnya orbital pertama akan meningkat tingkat energinya. Hal ini berarti bahwa lima orbital d akan terbelah menjadi dua tingkat energi. Dua orbital dengan tingkat energi lebih tinggi 6Dq disebut dengan orbital eg yaitu orbital dx2-y2 dan dz2 serta tiga orbital dengan energi yang lebih rendah 4Dq disebut dengan orbital t2g yaitu orbital dxy, dxz dan dyz. Tingkat energi orbital dxy, dxz dan dyz lebih rendah daripada orbital dz2 dan dx2-y2 karena memiliki posisi yang lebih jauh dari ligan-ligan, sehingga mendapatkan gaya tolak yang lebih kecil. Perbedaan tingkat energi kedua orbital tersebut didefinisikan sebagai Δoct = 10Dq. (Polling dan Harsono; 1986)
Susunan Oktahedral
Keterangan : M = Ion pusat
L = Ligan
Splitting Orbital d Untuk Susunan Oktahedral
Teori medan kristal dikembangkan menurut perubahan energi dari lima degenerat orbital-d ketika dikelilingi oleh ligan-ligan. Ketika ligan mendekati ion logam, elektron dari ligan akan berdekatan dengan beberapa orbital-d logam dan menjauhi yang lainnya, menyebabkan hilangnya kedegeneratan (degeneracy). Elektron dari orbital-d ion pusat dan elektron dari ligan akan saling tolak menolak. Oleh karena itu, elektron dari orbital-d ion pusat yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari yang berjauhan dengan ligan, sehingga menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Jadi dalam teori medan kristal ini didasarkan atas gaya tolak menolak antara pasangan elektron dari ligan dengan elektron-elektron orbital d dari ion pusatnya. (www.kimia.upi.edu)
Selain teori medan kristal ada pula teori medan ligan. Teori medan ligan menjelaskan pengaruh ligan terhadap orbital d ion pusat. Menurut teori medan ligan, pada ion kompleks oktahedral, orbital-orbital dari 6 ligan bergabung dengan orbital-orbital dz2, dx2-y2, s, px, py dan pz ion pusatnya membentuk 6 ikatan sigma dan 6 orbital anti-ikatan. Sedangkan orbital-orbital dxy, dxz dan dyz dari ion pusatnya membentuk orbital non-ikatan. Pokok-pokok dalam teori medan ligan ini adalah sebagai berikut.
a. Elektron-elektron dari 6 ikatan sigma berasal dari pasangan-pasangan elektron dari ligannya.
b. Elektron-elektron dari orbital non-ikatan berasal dari orbital-orbital dxy, dxz dan dyz dari ion pusatnya.
c. Elektron-elektron dari orbital anti-ikatan berasal dari orbital-orbital dx2-y2, dz2, s, px, py dan pz ion pusatnya.
Dalam ion kompleks Fe2+ orbital-orbital s dan p adalah kosong, sehingga hanya elektron-elektron dari dx2-y2dan dz2 yang membentuk elektron-elektron anti-ikatan.
d. Sama halnya dengan teori medan kristal, dalam teori ini bahwa lima orbital d akan terbelah menjadi dua tingkat energi. Dua orbital dengan tingkat energi lebih tinggi disebut dengan orbital eg yaitu orbital dz2 dan dx2-y2 dan tiga orbital dengan energi yang lebih rendah disebut dengan t2g yaitu orbital dxy, dxz dan dyz.
Jadi teori medan ligan ini menyatakan bahwa perbedaan tingkat energi orbital-orbital tersebut terbentuk sebagai akibat pembentukan orbital molekul. (Polling dan Harsono; 1986)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemecahan (splitting) orbital d pada ion kompleks adalah sebagai berikut.
1. Ligan
Berdasarkan data spektroskopi dari sejumlah kompleks yang semuanya memiliki ion pusat yang sama tetapi ligannya berbeda, kimiawan menghitung pembelahan kristal untuk setiap ligan dan menetapkan deret spektrokimia. Deret spektrokimia adalah daftar-daftar ligan yang disusun berdasarkan kemampuannya membelah tingkat energi orbital d kecil ke besar. Adapun deret spektrokimianya dari nilai Δ pemisahan atau splitting kecil ke besar adalah sebagai berikut.
I− <> P). Ligan ini disebut dengan ligan kuat karena menyebabkan ∆ pemisah orbital d yang besar. Ion kompleks yang memiliki ligan medan kuat tidak akan menempatkan elektron-elektronnya ke orbital yang yang berenergi tinggi. Hal ini sesuai dengan asas Aufbau yakni “orbital dengan energi terendah terisi elektron lebih dahulu, jika orbital itu sudah penuh maka giliran pada orbital dengan tingkat energi berikutnya”. Ion kompleks yang demikian disebut dengan “spin rendah”.
Hibridisasi pada ion kompleks [Fe(CN)6]4+ dan [Co(NH3)6]3+
Berdasarkan proses hibridisasinya maka kedua ion kompleks ini sering disebut sebagai iner orbital complex karena orbital d yang digunakan untuk hibridisasi lebih rendah daripada orbital s dan p. (Sukardjo; 1992.)
Diagram pemisah (splitting) ion kompleks [Fe(CN)6]4+ dan [Co(NH3)6]3+ menurut teori medan kristal
Diagram pemisah (splitting) ion kompleks [Fe(CN)6]4+ dan [Co(NH3)6]3+ menurut teori medan ligan
Dari diagram pemisah (splitting) orbital dengan menggunakan teori medan kristal dan teori medan ligan, terlihat bahwa tidak adanya elektron dalam orbital yang tidak berpasangan, sehingga ion kompleks [Fe(CN)6]4+ dan [Co(NH3)6]3+ ini bersifat diamagnetik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar