BAB II
PEMBAHASAN
Rekayasa genetika (Ing. genetic engineering) adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dan penerapan mutasi buatan tanpa target dapat dimasukkan ke dalam rekayasa genetika. Pengertian tekayasa genetika dalam arti sempit yaitu suatu penerapan teknik-teknik genetika molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kebermanfaatan tertentu. Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme yakni mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Teknologi rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antargen dan dapat pula lintas gen. Oleh karena itu, rekayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen.
2.2 Sejarah Perkembangan Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika dapat dianggap sebagai cabang biologi maupun sebagai ilmu-ilmu rekayasa (keteknikan). Hal ini muncul dari usaha-usaha yang dilakukan untuk menyingkapi material yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Rekayasa ini muncul ketika orang mengetahui bahwa kromosom adalah material yang membawa bahan gen. Penemuan struktur DNA menjadi titik yang paling pokok karena dari sinilah orang kemudian dapat menentukan bagaimana sifat dapat diubah dengan mengubah komposisi DNA, yang adalah suatu polimer bervariasi. Tahap-tahap penting berikutnya adalah serangkaian penemuan enzim restriksi (pemotong) DNA, regulasi (pengaturan ekspresi) DNA (diawali dari penemuan operon laktosa pada prokariota), perakitan teknik PCR, transformasi genetik, teknik peredaman gen (termasuk interferensi RNA), dan teknik mutasi terarah (seperti Tilling). Sejalan dengan penemuan-penemuan penting itu, perkembangan di bidang biostatistika, bioinformatika dan robotika/automasi memainkan peranan penting dalam kemajuan dan efisiensi kerja bidang ini.
Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel berhasil melakukan analisis dengan interpretasi yang tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan persilangan. Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, sehingga Mendel diakui sebagai Bapak Genetika.
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun 1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari 30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900 tiga orang ahli botani secara terpisah, yakni Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di Jerman, dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Sejak saat itu hingga lebih kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika. Hal ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik.
Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya. Pada tahun 1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetik adalah asam deoksiribonukleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul DNA pada tahun 1953 oleh J.D. Watson dan F.H.C. Crick muncullah era genetika yang baru, yaitu genetika molekuler.
Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Tahun 1970-an terjadi perkembangan yang lebih revolusioner yaitu teknologi manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA rekombinan atau yang lebih dikenal dengan istilah rekayasa genetika. Saat ini, organisme-organisme seperti domba, babi, dan kera didapatkan melalui teknik rekayasa genetika yang disebut dengan kloning. Sementara itu, pada manusia telah dilakukan pemetaan seluruh genom atau dikenal dengan projek genom manusia (human genom project. Misalnya Domba Dolly dihasilkan dari hasil transplantasi gen atau gen yang satu dipindahkan ke gen yang lain merupakan salah satu hasil dari rekayasa genetika.
Sumber: Ensiklopedia Umum untuk Pelajar, 2005
Gambar 01. Domba Dolly, merupakan contoh kambing hasil bioteknologi kloning.
2.3 Prinsip Dasar Rekayasa Genetika
Zaman rekayasa genetika dimulai ketika Dr. Paul Berg dari Stranford University di California USA dan usaha sekelompok peneliti lainnya, yaitu Dr Stanley Cohen dan Dr Annie Chang dari Stranford University serta Dr Herbert Boyer dan Dr Robert Helling dari University of California di San Fransisco menemukan bahwa bahan-bahan tertentu yang dinamakan enzim pembatas mampu bertindak sebagai “gunting biologi”, yaitu dapat mengenal dan kemudian secara kimia memotong tempat-tempat khusus sepanjang molekul DNA. Enzim-enzim yang mampu menggunting suatu gen dari DNA suatu makhluk tersebut ternyata dapat pula memotong tempat-tempat serupa dalam molekul DNA dari mahkluk berkaitan.
Sebuah penemuan penting lainnya ialah suatu enzim disebut ligase, membiarkan suatu gen yang digunting dari suatu molekul DNA ditempelkan pada tempat serupa dalam DNA mahkluk tak berkaitan. Hibrid yang terbentuk dari cara ini disebut DNA rekombinan. Selama ini lebih dari 200 enzim pembatas telah ditemukan, dan dengan demikian tersedialah beraneka ragam gunting biologi untuk memotong gen-gen yang diinginkan dan mencangkokkannya ke rumah-rumah baru. Para ahli genetika kini dimungkinkan untuk membongkar sel-sel bakteri, virus, hewan, dan tumbuhan untuk diambil DNA-nya dengan menggunakan enzim-enzim pembatas. Akan tetapi mengambil DNA dari suatu mahkluk dan memasukkannya ke dalam makhluk lain bukanlah sekedar pekerjaan memotong dan menempel. Suatu gen harus diikutsertakan untuk dipindahkan ke suatu pengangkut khusus, yaitu vektor. Sekelompok vektor yang bermanfaat adalah plasmid-plasmid, yaitu ikalan-ikalan DNA kecil yang terdapat dalam sel bakteri diluar kromosomnya. Sebuah plasmid dapat diambil dari bakteri, ikatan dibuka dengan enzim pemotong, fragmen DNA baru dapat dimasukkan dan plasmid itu dikembalikan ke bakteri. Selanjutnya setiap kali bakteri itu membelah diri menjadi dua, dan plasmid rekombinan juga membelah diri. Dengan demikian DNA rekombinan itu terus membuat klon-klon DNA dari dirinya.
Sumber: Suryo, 2003
Gambar 02. Tahap-tahap dasar dari Rekayasa Genetika. (a) ADN dari sel-sel dari sembarang organisme (disebut ADN asing)) putus menjadi beberapa bagian oleh enzim pembatas. (b) Potongan-potongan ADN itu dimasukkan ke dalam plasmid ADN secara acak. (c) Plasmid-plasmid yang membawa potongan-potongan ADN asing (gen-gen asing) masuk ke dalam sel bakteri. Plasmid-plasmid dapat mengadakan replikasi diri di dalam sel bakteri. Setiap kali sel bakteri membelah, sel-sel anakan menerima sebuah atau lebih banyak plasmid. Plasmid-plasmid ini kemudian membelah sampai jumlah tertentu tercapai.
Secara singkat prinsip rekayasa genetika dapat dijelaskan sebagai suatu proses penyematan segmen DNA dari organisme apapun ke dalam genom plasmid atau replikon virus untuk membentuk rekombinan DNA baru. Sebagai sel inang molekul baru ini dapat berupa “sel prokariotik” atau sel eukariotik tergantung dari titik awal replikasi yang ada pada vektor. Enzim endonuklease restriksi memungkinkan pemotongan rantai DNA, yang menghasilkan ujung-ujung bersifat lekat atau kohesif dan dapat digabungkan lagi dengan perantaraan enzim ligase DNA.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 03. Rekayasa Genetika, Garis besar prosedur rekayasa genetika
Teknologi DNA Rekombinan
Bersama dengan beberapa metode manipulasi biokimiawi dan biologi lainnya, metoda-metoda pembelahan dan penggabungan molekul-molekul DNA ini dikembangkan menjadi suatu bioteknologi yang dinamakan Teknologi DNA Rekombinan. Potensinya pertama kali ditunjukkan oleh Stanley Cohen dari Universitas Stanfordd bersama Herbert Boyer dari ECSF (1972).
Langkah-langkah utama dalam Teknologi DNA Rekombinan ini adalah:
a. Penyiapan gen yang akan diklon dan vektor untuk kloning Gen, berupa fragmen DNA yang akan diklon dapat disiapkan melalui beberapa cara:
1. Jika fragmen DNA yang dimaksud dapat diidentifikasi dan dikarakterisasi, fragmen DNA tersebut dapat langsung dipakai.
2. Kadang-kadang fragmen DNA yang diinginkan sulit diidentifikasi, tetapi membawa fungsi yang dapat diseleksi dan diungkapkan dalam sel inang. Dalam kasus ini dapat dilakukan cloning shotgun (senapan tabor). Klon yang tepat dapat diseleksi dengan uji biologik.
3. Dalam kasus-kasus tertentu hanya mRNA yang dapat diperoleh. DNA kopi (cDNA) dapat direkontruksi dari mRNA dengan enzim transcriptase balik.
4. Jika eksperimen dimulai dengan data rangkaian asam amino dari proteinnya, suatu gen sintetik dapat direkontruksi menurut aturan kode genetik dengan menggunakan metode-metode sintesa DNA.
Kebanyakan segmen DNA tidak memiliki kemampuan bawaan untuk mereplikasi sendiri. Bahkan suatu segmen DNA yang dapat mereplikasi dalam sel inang aslinya tidak selalu memiliki syarat-syarat genetik spesifik yang diperlukan untuk mereplikasi dalam lingkungan yang berbeda. Untuk memproduksinya dalam sintesis biologi ia harus diintegrasi ke dalam molekul DNA yang mengandung gen-gen yang mengkode fungsi replikasi dalam inang yang sesuai. Molekul yang demikian ini disebut vektor.
Untuk kloning dalam berbagai organisme telah dikembangkan sistem-sistem inang vektor tertentu yang berbeda-berbeda. Ada empat macam vector yang telah dikembangkan untuk kloning DNA dalam Escherichia coli, yaitu plasmid, fag, kosmid, dan plasmid. Plasmid adalah molekul-molekul DNA lingkar kecil yang dapat mereplikasi sendiri dalam sel bakteri. Selain mengandung gen perlu untuk replikais, kebanyakkan plasmid mengandung juga satu gen yang mengkode suatu enzim yang berguna untuk inangnya, misalnya menggangu aksi antibiotik spesifik. Gen ini disebut faktor R (‘resistansi’) yang memberi pada sel inangnya ketahanan terhadap antibiotik tersebut. Sifat ini sangat berguna untuk menyeleksi klon yang diinginkan. Karena itu adalah penting bahwa plasmid dapat dibelah oleh enzim restriksi tanpa menggangu kemampuan plasmid untuk mereolikasi dan atau untuk memberi resistensi antibiotik.
Vektor-vektor baru telah dikonstruksi untuk meningkatkan frekuensi pemasukan molekul DNA rekombinan dan memudahkan penyeleksian bakteri yang mengandungnya. Sebagai contoh plasmid Pbr 322 terdiri dari 4326 nukleotida dan mengandung gen-gen yang teresistansi terhadap tetrasiklin dan ampisilin. Vektor lainnya adalah fag. Sebagian besar DNA-nya tidak penting untuk infeksi dan dapat diganti dengan DNA asing. Mutan-mutan fag yang dirancang untuk kloning DNA telah dikonstruksi. Hampir semua partikel-partikel fag yang dibentuk akan mengandung DNA asing yang disisipkan. Kelebihan penggunaan virion-virion ini sebagai vektor ialah bahwa virion akan memasuki bakteri dengan frekuensi lebih tinggi dari plasmid. Molekul-molekul DNA rekombinan dapat dikemas in vitro untuk membawa virion-virion yang infektif.
Kosmid adalah vektor lain yang dikonstruksikan dari plasmid normal dan tempat cos (ujung kohesif) dari fag λ. Plasmid normal diurutkan dari fag λ dan plasmid Col E1.
b. Pembentukan Molekul DNA Rekombinan
c. Pemasukan Molekul DNA Rekombinan Ke Sel Inang
Kebanyakan sel bakteri prokariot dan eukariot mengambil molekul-molekul DNA telanjang dari medium. Chang, Cohen dan Hsu (1972) menemukam bahwa jika membran sel E.coli dibuat permeabel dengan perlakuan Kalsium klorida, molekul DNA rekombinan dapat dimasukkan. Efisiensi pengambilan sangat rendah, sekitar 1.1, tetapi sel cukup dapat ditransformasi dalam kondisi eksperimen yang tepat. Efisiensi pemasukan akan lebih besar jika sel-sel target ditransfeksi dengan virion-virion yang telah dirakit ulang.
d. Seleksi Klon Yang Mengandung Molekul DNA Rekombinan
Walaupun frekuensi pemasukan molekul DNA rekombinan ke dalam sel inang sangat rendah, klon sel-sel yang mengandung molekul rDNA dapat diseleksi dengan mudah berdasarkan adanya vektor atau gen yang disisipkan. Misalnya sel yang mengandung faktor R akan tetap hidup dan berlipat ganda dalam medium yang mengandung antibiotik yang sesuai, sedangkan sel-sel lainnya mati. Pendekatan lain adalah menentukan sel-sel mana yang menambat RNA komplementer terhadap gen yang diamati. Klon-klon yang mengandung rDNA stabil untuk beberapa ratus generasi.
Penelitian genetika bergantung pada satu prinsip pokok, yaitu bahwa organisme-organisme memiliki persamaan dan perbedaan daripada kedua induknya. Informasi genetik dari organisme dibawa dalam molekul-molekul yang disebut asam nukleat. Semua organisme yang tubuhnya terdiri atas sel-sel menggunakan asam dioksiribonukleat (DNA) untuk menyimpan informasi genetik. Beberapa tipe asam ribonukleat (RNA) memindahkan informasi genetik tadi dan membuat protein yang sangat dibutuhkan sel-sel hidup. Sebaliknya, beberapa mikroba, virus dan viroid menggunakan RNA untuk menyimpan informasi genentik.
2.4 Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Berbagai Aspek Kehidupan
2.4.1 Rekayasa Genetika dalam Aspek Pertanian
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Dampak positif yang diharapkan seiring dengan penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi. Aplikasi teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang dengan pesat. Beberapa contoh rekayasa genetika dalam bidang pertanian yaitu:
1. Pemuliaan Tanaman
Pada dasarnya prinsip pemuliaan tanaman yang modern yakni melalui penyinaran untuk menghasilkan mutasi dan pemuliaan tradisional yakni pertukaran materi genetik. Baik seleksi tanaman secara konvensional maupun rekayasa genetika, keduanya memanipulasi struktur genetika tanaman untuk mendapatkan kombinasi sifat keturunan (unggul) yang diinginkan. Proses pemuliaan dilakukan dengan “mata tertutup” sehingga sifat-sifat yang tidak diinginkan kembali bermunculan disamping sifat yang diharapkan. Cara konvensional tidak mempunyai ketelitian pemindahan gen. Sedangkan pada new biotechnology pemindahan gen dapat dilakukan lebih presisi dengan bantuan bakteri dengan dikembangkannya metode-metode DNA rekombinan.
Sumber: www. Google.com
Gambar 04. Padi, Hasil pemuliaan tanaman
2. Varietas baru
Para ahli genetika memasukkan gen-gen spesifik tunggal ke dalam varietas-varietas tanaman yang bermanfaat. Hal ini akan meliputi dua langkah pokok. Pertama, memperoleh gen-gen tertentu dalam bentuk murni dan dalam jumlah yang berguna. Kedua, menciptakan cara-cara untuk memasukkan gen-gen tersebut ke kromosom-kromosom tanaman, sehingga mereka dapat berfungsi.
Langkah pertama yakni dengan teknik DNA rekombinan, ada kemungkinan untuk menumbuhkan setiap segmen dari setiap DNA pada bakteri. Tidak mudah untuk mengidentifikasi segmen khusus yang bersangkutan di antara koleksi klon. Khususnya untuk mengidentifikasi segmen tertentu yang bersangkutan di antara koleksi klon, apalagi untuk mengidentifikasi gen-gen yang berpengaruh pada sifat-sifat seperti hasil produksi tanaman.
Langkah kedua, memasukkan kembali gen-gen klon ke dalam tanaman. Peneliti menggunakan bakteri Agrobacterium yang dapat menginfeksi tumbuhan dengan lengkungan kecil DNA yang disebut plasmid Ti yang kemudian menempatkan diri sendiri ke dalam kromosom tumbuhan. Agrobacterium merupakan vektor yang siap pakai. Dengan menambahkan beberapa gen ke plasmid, dan mengoleskannya pada sehelai daun, dan menunggu sampai infeksi terjadi, dan kemudian menumbuhkannya pada sebuah tumbuhan baru dari sel-sel daun tadi. Selanjutnya tumbuhan itu akan mewariskan gen baru kepada benih-benihnya.
Rekayasa genetika pada tanaman tumbuh lebih cepat dibandingkan dunia kedokteran. Hal ini disebabkan karena tumbuhan mempunyai sifat totipotensi (setiap potongan organ tumbuhan dapat menjadi tumbuhan yang sempurna). Hal ini tidak dapat terjadi pada hewan.
Sumber: www. Google.com
Gambar 05. Tomat, Hasil varietas baru
3. Gen anti beku pada tanaman kentang
Suatu rekayasa gentika besar-besaran telah dilakukan oleh Porf. Chen Zhangliang di sebuah laboratorium di Beijing, Cina. Ia mengembangkan tanaman kentang yang berasal dari Peru dan biasa tumbuh di daerah beriklim tropis. Secara normal, tanaman kentang tersebut tidak dapat tumbuh di daerah Cina, terutama pada musim dingin. Untuk mengatasi hal tersebut, Prof Chen mencoba memadukan dua gen makhluk hidup yang berbeda spesies, yaitu antara gen ikan dan gen tanaman kentang. Pada percobaan tersebut Prof. Chen menyisipkan DNA yag berasal dari ikan Flounder ke dalam sel tanaman kentang Peru. Ikan Flounder adalah sejenis ikan laut pipih yang memiliki gen antibeku sehingga dikenal tahan terhadap hawa dingin. Percobaan tersebut menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat tahan dingin. Artinya, tanaman kentang yang biasa tumbuh di daerah beriklim tropis ternyata juga dapat tumbuh dan dapat bereproduksi ketika ditanam pada tanah beriklim dingin.
4. Tanaman dapat menambat nitrogen bebas dan kebal penyakit
Para saintis telah berupaya mengembangkan berbagai teknik rekayasa genetika untuk memperbaiki tanaman panen. Misalnya, untuk mendapatkan tanaman yang dapat melakukan pemupukan sendiri dengan cara menambat tanaman yang tahan terhadap penyakit, tahan terhadap kekeringan, tahan terhadap keadaan tanah yang miskin, serta tahan terhadap pestisida dan herbisida.
Nitrogen merupakan salah satu unsur penting yang diperlukan oleh makhluk hidup. Kebanyakan makhluk hidup tidak mampu menambat nitrogen bebas dari udara, tidak terkecuali tumbuhan. Namun, melaui teknik rekayasa genetika tersebut diharapkan tanaman dapat memperoleh nitrogen untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Tanaman hasil rekayasa genetika yang telah mengandung gen-gen bakteri penambat nitrogen dapat tumbuh dengan baik meski tanahnya miskin akan nitrogen. Alasan pengembangan bioteknologi tersebut terutama disebabkan karena pemakaian pupuk komersial yang mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium telah banyak menimbulkan kerugian, terutama dapat meningkatkan kadar nitrat di perairan. Keasaman tidak hanya berakibat terhadap pertukaran kation, tetapi juga berpengaruh terhadap struktur kimiawi semua mineral.
Untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap penyakit, para saintis mengunakan jasa Agrobacterium tumefaciens sebagai vektor. Agrobacterium adalah jenis bakteri patogen yang mampu menyebabkan tumor pada tanaman yang terinfeksi. Hal tersebut dimungkinkan karena bakteri Agrobacterium memiliki plasmid besar yang dikenal sebagai plasmid TI (tumour-inducing = penginduksi tumor). Berdasarkan kemampuan yang dimiliki bakteri Agrobacterium, para saintis melakukan rekayasa genetika dengan teknik DNA rekombinan. Melalui teknik tersebut, gen asing (misalnya gen yang tahan terhadap penyakit) disisipkan ke dalam plasmid bakteri. Selanjutnya, bakteri tersebut dibiarkan menginfeksi tanaman sehingga dihasilkan keturunan yang tahan terhadap penyakit. Para saintis juga mengembangkan tumbuhan yangdapat menghasilan pestisida sendiri. Pada tahun 1986, tumbuhan hasil rekayasa genetika demikian berhasil tumbuh tanpa mendapat gangguan dari hama.
Gambar 06. Bintil fiksasi nitrogen. Akar ercis yang diinokulasi dengan Rhizobium leguminosarium dapat memfiksasi nitrogen (bintul berwarna merah). Bintul lainnya tidak dapat memfiksasi nitrogen sehingga tampak berwarna pucat.
Gambar 07. Induksi tumor pada tembakau oleh A. tumefacien. Melalui teknik rekayasa genetika tumbuhan tembakau dapat menjadi tahan terhadap penyakit.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 08. Tanaman rekayasa genetika. Melalui plasmid Ti, gen toksin dari bakteri B. thuringensis dimasukkan ke tanaman tembakau. Akibatnya, tanaman dapat menghasilkan toksin dan membunuh serangga tertentu (kanan). Bandingkan dengan tanaman kontrol (kiri).
5. Totipotensi dan kultur jaringan
Regenerasi merupakan demonstrasi totiotensi alami. Totipotensi adalah suatu potensial genetika dari satu tipe sel makhluk hidup multiseluler untuk memberikan kemunculan beberapa tipe sel makhluk hidup yang sama atau lengkap seperti penampakan keseluruhan makhluk hidup tersebut. Di dalam sel terdapat informasi genetika yang bertanggung jawab untuk aktivitas, tumbuh, dan perkembangan. Informasi genetika tersebut biasa disimpan dalam inti sel. Jadi, setiap sel dapat menerima seluruh informasi secara lengkap dan memiliki potensi dasar. F.C Steward pada tahun 1985 berhasil membuktikan suatu peristiwa totipotensi. Dalam percobaannya, satu sel tunggal dari floem wortel ternyata dapat dikultur dan tumbuh menjadi satu tumbuhan yang utuh dan lengkap.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 09. Skema peristiwa totipotensi. Pertumbuhan tanaman wortel dan diferensiasi sel somatik.
Totipotensi merupakan dasar dalam pengembangan tumbuhan secara in vitro (kultur jaringan). Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi suatu bagian dari tanaman, seperti protoplasma sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya pada media buatan tertentu dengan kondisi aseptik. Dengan demikian bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Adapun manfaat kultur jaringan adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui proses morfogenesisi,
b. Memperoleh tanaman degan sifat yang sama degan induknya,
c. Memperbanyak tanaman untuk tujuan komersial,
d. Menghasilkan tanaman yang bebas penyakit,
e. Memperoleh tanaman dengan sifat unggul
f. Memperbanyak tanaman untuk tujuan keseragaman uniformitas, dan
g. Memproduksi bahan alam sekunder.
Beberapa prinsip kultur jaringan adalah sebagai berikut.
a. Totipotensi
b. Perbanyakan tanaman dilakukan secara vegetatif dari suatu jaringan
c. Media harus ,mengandung unsur makro, unsur mikro, sumber karbohidrat, zatb penagtur tumbuh, dan suplemen (vitamin, asam amino)
d. Pengerjaan dalam keadaan suci hama atau kondisi aseptik serta
e. Dikerjakan dalam suasana lingkungan yang sesuai sehingga jaringan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 10. Kultur jaringan. Tahap-tahap dari kultur jaringan pada sebuah tanaman. (a) Protoplasma, sel tanpa dinding sel; (b) dinding sel baru terbentuk, sel membelah; (c) sel-sel menyatu; (d) membentuk kalus; (e) membentuk embrio somatik; (f) membentuk plantet (tanaman kecil)
Sumber: www.google.com
Gambar 11. Hasil Kultur Jaringan
2.4.2 Rekayasa Genetika dalam Aspek Kesehatan
1. Sebagai alat penelitian sikuensi generasi DNA dan RNA
Teknologi rekombinasi DNA menjadi alat penelitian yang essensial pada genetika molekul modern. Mutasi dihasilkan dalam klon gen dan memungkinkan mengisolasi suatu gen dan memasukkan kembali dalam sel hidup atau bahkan dalam sel germinal. Disamping menghemat waktu dan tenaga, mutasi genetik mampu mengkonstruksi mutan yang secara praktis tidak dapat dibuat dengan berbagai cara.
Perkembangan teknik gene cloning pada tahun 1970-an memberikan motivasi kuat bagi dunia riset untuk mempelajari gen dan aktivitasnya dengan teknik atau prosedur kedua terjadi pada akhir tahun 1980-an dengan ditemukannya teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction. Dengan teknik ini kita dapat memperbanyak DNA dalam tabung reaksi sehinga memberikan kemudahan aplikasi di berbagai bidang, mialnya mengamplifikasi gen tertentu untuk sequencing, cloning, fingerprinting dan mendeteksi pathogen. Ditemukannya enzim Taq polymerase pada bakteri termofilik (Thermus aquaticus) yang dapat bekerja pada suhu tinggi (960C) merupakan dasar teknik PCR karena enzim ini dapat mensintesis molekul DNA dalam tabung reaksi dengan cara mengatur temperature dari alat yang disebut thermocycler.
Salah satu aplikasi PCR yang mencengangkan adalah dalam bidang kedokteran forensik. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikais DNA dari suatu sampel yang jumlahnya sangat sedikit, misalnya sehelai rambut, cairan tubuh seperti sperma atau darah bahkan dari tulang manusia yang sudah berumur ratusan tahun. Hasil amplifikasi tersebut selanjutnya dapat dianalisis dengan DNA fingerprinting (sidik jari DNA) sehingga dapat dijadikan sebagai bukti dalam menentukan pelaku kejahatan, misalnya perkosaan.
Teknik PCR juga dapat digunakan untuk mengungkap keanekaragaman genetik mikrobia tanpa harus melakukan kultivasi terlebih dahulu. Hal ini membawa konsekuensi yang penting dalam ekologi mikrobia karena aktivitas populasi mikrobia dalam suatu habitat dapat dipantau melalui DNA fingerprinting dan sequencing terhadap DNA amplikon yang diperoleh dari sample tanah atau air.
2. Pembuatan Antibodi monoklonal dan poliklonal
Pembuatan antibodi monoklonal biasanya dilakukan melalui suatu teknologi yang dikenal dengan istilah teknologi hibridoma. Teknologi tersebut adalah cabang biteknologi yang bertujuan memadukan dua sel jaringan yang berbeda dari makhluk hidup yang sama atau jaringan yang sama dari makhluk hidup yang berbeda. Kedua sel tersebut digabung dalam satu sel tunggal. Selanjutnya, sel hibrid tersebut dapat dikulturkan dengan baik untuk membentuk jutaan sel yang masing-masing mengandung perangkat yang lengkap dari dua sel aslinya. Hasil sel hibrid ini disebut hidridoma. Akan tetapi, sel-sel yang digabungkan tersebut tidak secara otomatis berfusi. Dengan teknik-teknik laboratorium, akhirnya para ilmuan berhasil menyatukannya. Jika berfusi, sel-sel hidrodoma akan menghasilkan protein-protein yang luar biasa, yaitu berupa antibodi monoklonal. Antibodi tersebut dihasilkan oleh klon dari sel-sel hidridoma yang semuanya diturunkan dari satu sel. Sel-sel dalam kultur tersebut membuat antibodi yang sama dan bekerja melawan satu antigen khusus. Dengan cara yang sama dapat juga dihasilkan hidridoma yang berasal dari beberapa tipe antibodi yang berbeda yang disebut antibodi multiklonal.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 12. Skema produksi antiobodi monoklonal
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal. Manfaat antibodi monoklonal, antara lain untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin dalam urine wanita hamil, mengikat racun dan menonaktifkannya, mencegah penolakan tubuh terhadap hasil transplantasi jaringan lain
3. Produksi Insulin
Produk hormon insulin manusia dapat dihasilkan dari teknik rekayasa genetika dengan teknologi plasmid. Insulin adalah hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula darah. Hormon ini sangat diperlukan oleh penderitan diabetes melitus karena kelenjar pankreas penderita tidak mampu menghasilkan homon tersebut.
Produksi insulin dapat dilakukan dengan cara mentransplantasikan gen-gen pengendali hormon ke dalam plasmid bakteri. Ketika bakteri bereproduksi dengan sendirinya hormon insulin dihasilkan. Saat ini bakteri demikian banyak dikulturkan untuk tujuan komersial. Keberhasilan memindahkan gen insulin manusia ke dalam bakteri sudah dapat diperoleh, yaitu melalui bakteri-bakteri yang tumbuh dengan metoda fermentasi. Proses tersebut dikembangkan oleh Eli Lilly dan Co pada tahun 1976, yaitu menghasilkan produk yang dikenal sebagai humolin. Sekarang, melalui bioteknologi banyak penderita kencing manis yang tertolong untuk pemenuhan kebutuhan insulin.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 13. Skema Pembuatan Insulin
.4. Pengembangan Antibiotik.
Pada segi lain penerapan DNA rekombinan untuk pengobatan terbuka bagi pengembangan antibiotik. Kepentingan untuk pengembangan antibiotik dengan teknik ini didukung oleh kenyataan nilai penjualan dan keuntungan perdagangan antibiotik yang menduduki tempat teratas dewasa ini. Suatu hal yang perlu dicatat adalah, antibiotik bukan merupakan produk gen primer, tetapi lebih merupakan produk metabolit sekunder, dimana pembentukan antibiotik dalam sel melalui reaksi yang dikatalisir oleh enzim protein sebagai produk gen primer. Obat ini memiliki struktur kimia yang berbeda satu dengan lain dan memiliki kesamaan aksi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya antibiotik dihasilkan oleh mikroba golongan aktinomisetes, dan biasanya dari jenis streptomises. Dalam perdagangan, ada beberapa kelompok besar antibiotik yang memegang peranan seperti penisilin, sefalosporin, dan tetrasiklin. Kelompok antibiotik lainnya adalah yang termasuk makrolida polien, streptomisin, eritromisin, rifampisin, bleomisin dan antrasiklin yang mempengaruhi segi-segi metabolisme sel yaitu dari replikasi DNA sampai kepada pembentukan protein. Sekurangnya ada tiga saluran penerapan DNA rekombinan dalam produksi antibiotik melalui penyempurnaan produk, modifikasi invivo, dan anti- biotik hibrida.
Sumber: www. google.com
Gambar 14. Antibiotika
5. Diagnosa penyakit-penyakit genetika
Para ahli kedokteran dapat mengenali individu-individu yang tertimpa penyakit genetika sebelum mereka mengalami gejala-gejala awal. Kemampuan tersebut biasanya didasari dengan cara mengenali heterozigot karier (pembawa) yang berpotensi sakit oleh mutasi resesif. Untuk pengenalan tersebut, perlu dilakukan suatu tes genetika yang memanfaatkan berbagai tekhnik laboratorium. Melalui metoda tersebut mereka dapat menentukan apakah seseorang dalam kondisi tertentu dapat mengidap suatu penyakit dan cenderung untuk mengidap penyakit tertentu secara permanen.
Uji genetika berguna untuk melihat kelainan genetika baik yang menimpa diri sendiri maupun keturunannya kelak. Beberapa tes yang biasanya dilakukan adalah untuk hal-hal berikut:
a. Identifikasi karier, misalnya tes yang digunakan oleh pasangan yang memiliki riwayat kelainan gen resesif dan khawatir dapat menularkan penyakit tertentu terhadap anaknya.
b. Diagnosa kehamilan, misalnya untuk mengetahui kondisi kesehatan bayi terhadap penyakit keterbelakangan mental atau Dwon syndrome.
c. Skrining bayi, misalnya untuk mendeteksi kelainan yang mungkin diderita bayi dalam pertumbuhan (khawatir orang tuanya dapat menurunkan kelainan tertentu).
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 15. Beberapa penyakit bawaan. Penyakit bawan dapat terjadi karena adanya kelainan sususnan gen. Kelainan tersebut dapat dideteksi sebelum kelahiran. (a) Sindrom down dan (b) Taysachs
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 16. Skrining bayi. Dua teknik skrining bayi. (a) Analisis cairan amnion dan (b) analisis cairan karion
6. Pengembangan efektivitas vaksin
Melalui teknik rekayasa genetika, terutama dengan DNA dan rekombinannya, para ahli telah berusaha untuk mengembangkan efektivitas vaksin. Pengembangan kemampuan vaksin tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan solusi terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus yag sudah tidak efektif lagi oleh perlakuan obat.
Ada dua cara yang yang dilakukan para ahli dalam memperbaiki atau meningkatkan kemampuan kerja vaksin. Pertama, membuat imunisasi dengan menggunakan protein yang berasal dari virus, bakteri atau kuman lainnya. Protein tersebut dapat dibuat banyak dalam sel mikroba yang telah direkayasa atau dengan menyisipkan di dalam genom mikroba inang. Kedua, membuat imunisasi dengan virus lain yang gennya telah direkayasasehingga membawa gen dan mengekspresikan antigen dari virus ynag diidap penderita. Misalnya, melakukan imunisasi dengan virus Vaccinia terhadap penderita AIDS sehingga dapat menghasilkan reaksi imun. Dalam hal ini, gen-gen yang menyebabkan kekebalan terhadap penyakit cacar dapat digantikan dengan gen-gen yang menyebabkan kekebalan terhadap penyakit lain (AIDS). Virus Vaccinia yang sudah biasa digunakan untuk imunisasi cacar air bertindak sebagai vektor untuk memasukkan antigen virus HIV sehingga menghasilkan reaski imun.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 17. Imunisasi. Suatu tindakan untuk kekebalan
Sumber: www. google.com
Gambar 18. Vaksin
2.4.3 Rekayasa Genetika Dalam Aspek Industri
Pembuatan sel yang mampu mensintesis molekul yang penting secara ekonomi.
Gen dari spesies bakteri yang berbeda dapat memetabolisme beberapa komponen minyak, dapat disematkan dalam plasmid dan dapat digunakan untuk mengubah spesies bakteri laut, yang kemudian dapat memetabolisme minyak untuk membersihkan tumpahan minyak di laut. Beberapa perusahaan bioteknologi merencanakan bakteri yang dapat mensintesis bahan kimia atau memecah limbah industri. Bakteri dirancang mampu memecah bahan buangan secara lebih efisien, mengikat nitrogen (untuk meningkatkan fertilitas tanah) dan membuat organisme yang dapat mengubah limbah biologi menjadi alkohol. Obat-obatan dan molekul penting komersial lain dihasilkan dalam sel rekayasa genetik. Apabila bioteknologi dalam bidang industri meliputi rekayasa bakteri untuk memecah limbah berbahaya, penggunaan selulosa oleh yeast untuk menghasilkan glukosa dan alcohol untuk bahan baker, penggunaan algae laut untuk bahan makanan dan substansi lain yang bermanfaat. Saccharomyces cerevisiae yang telah dimodifikasi dengan plasmid yang berisi dua gen selulase, yaitu endoglucanase dan exogluconase, dapat mengubah selulosa menjadi glukosa. Glukosa kemudian diubah menjadi ethyl alcohol oleh yeast. Yeast ini sekarang mampu mencerna kayu (selulosa) dan mengubah secara langsung menjadi alkohol.
Kemajuan industri dan bergesernya pola hidup manusia telah melahirkan bencana sampah plastik yang tidak dapat diuraikan oleh mikrobia. Hal ini menimbulkan masalah karena akan mencemari lingkungan dan menurunkan ualitas lingungan hidup. Salah satu upaya yang dilakukan dalam bioteknologi adalah menghasilkan biodegradable plastic yang dibuat dari bahan dasar polyhydroxy butirate (PHB) yang dihasikan oleh mikrobia. Plastik tersebut jika dibuang akan mengalami biodegradasi oleh mikrobia karena bahannya merupakan produk alami yang dapat terurai secara alami pula. Perkembangan penelitian dalam bidang ini telah mengupayakan pemindahan gen yang bertanggung jawab terhadap biosintesis PHB bakteri Alcaligenes eitrophus kedalam tanaman Arabidopsis thaliana. Tanaman transgenik tersebut akan menghasilkan PHB yang banyak sehingga dapat diproduksi dalam skala besar untuk menghasilkan bahan dasar plastik yang dapat terurai dan tidak akan mencemari lingkungan.
2.4.4 Rekayasa Genetika Dalam Aspek Lingkungan
Perkembangan dan pertumbuhan manusia telah mendorongnya untuk melakukan berbagai kegiatan guna memenuhi kebutuhan hidup. Namun, dalam kegiatannya tersebut, seringkali berakibat terjadinya pencemaran pada lingkungan. Pencemaran tersebut dapat terjadi karena adanya limbah yang masuk ke lingkungan, baik berasal dari industri, pertanian, maupun rumah tangga. Pada umumnya limbah yang masuk ke lingkungan mengandung senyawa kimia yang sulit terdegradasi atau terurai. Senyawa kimia tersebut seringkali menimbulkan masalah terutama terhadap kehidupan makhluk hidup. Untuk mengatasi masalah tersebut, para ahli telah mencoba menggunakan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba. Berbagai bakteri dipercaya dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bahan-bahan pencemar. Melalui rekayasa genetika (DNA rekombinan), ke dalam sel bakteri dimasukkan gen yang menjadi enzim khusus yang dapat menguraikan atau memecahkan ikatan zat kimia. Salah satu dari bakteri tersebut adalah Pseudomonas putida, yaitu sejenis bakteri yang mampu menguraikan oktan, xilen, dan kamfer. Kini para pakar rekayasa genetika mencoba mengkultur bakteri yang mampu mendegradasi berbagai senyawa beracun di laboratorium.
Sumber: Bagod Sudjadi dan Siti Laila, 2004
Gambar 19. Pembersihan secara biologi. Ilmuwan sedang memperhatikan kemmampuan bakteri dalam menghancurkan minyak
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.
2.5 Dampak Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika selain memberikan banyak manfaat, juga memberikan dampak negatif terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Adapun beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh rekayasa genetika adalah sebagai berikut.
a. Dampak rekayasa genetika terhadap kesehatan
Gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh penggunaan hasil rekayasa genetika pada manusia yang telah dibuktikan adalah reaksi alergis. Sedangkan pada hewan gangguan kesehatan yang diakibatkankan seperti gangguan pencernaan, imunosupresif, kekerdilan, dan arthritis. Sebagai contoh, penggunaan hormon bovinesomatotropine yang berasal hasil rekayasa genetika dapat meningkatkan produksi susu sapi mencapai 40 persen dari produksi biasanya dan porcine somatotropin dapat meningkatkan produksi daging babi 25 persen dari biasanya. Tetapi, kedua ini akan menghasilkan hasil sampingan berupa insulin growth factor I (IGF I) yang banyak dijumpai di dalam darah maupun di dalam daging, hati, serta di dalam susu. Mengonsumsi IGF I akan memberikan kekhawatiran risiko munculnya penyakit diabetes, penyakit AIDS dan resisten terhadap antibiotika pada manusia sedangkan pada sapi akan memberikan risiko munculnya penyakit sapi-gila serta penyakit radang kelenjar susu (mastitis).
b. Dampak rekayasa genetika terhadap lingkungan
Dampak negatif dari rekayasa genetika terhadap lingkungan dapat muncul diakibatkan oleh sisa-sisa hasil rekayasa yang tidak dibersihkan secara maksimal. Sebagai contoh, tanaman yang mempergunakan bibit rekayasa genetika menghasilkan pestisida. Sesudah dewasa tanaman transgenik yang tahan hama tanaman menjadi mati dan berguguran ke tanah. Bakteri dan jasad renik lainnya yang dijumpai pada tanah tanaman tersebut mengalami kematian dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan terhadap struktur dan tekstur tanah. Gen tanaman transgenetik dapat ber-cross- polination dengan tumbuhan lainnya sehingga mengakibatkan munculnya tumbuhan baru yang dapat resisten terhadap gen yang tahan terhadap hama penyakit.
c. Dampak rekayasa genetika terhadap religi dan etika
Dampak negatif rekayasa genetika secara religi dan etika dikarenakan dalam rekayasa genetika memungkinkan untuk dihasilkan suatu produk yang dalam tubuh manusia yang sakit tidak dapat dihasilkan. Sebagai contoh, penggunaan obat insulin yang diproduksi dari transplantasi sel pankreas babi ke sel bakteri, serta xenotransplatation yang menggunakan katup jantung babi ditransplantasikan ke jantung manusia memberikan kekhawatiran terhadap mereka yang beragama Islam.
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Rekayasa Genetika
Produk hasil rekayasa genetika memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan. Adapun kelebihan dari produk rekayasa genetika adalah sebagai berikut.
1. Bidang Pertanian
a. PRG tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman
PRG telah memberikan keuntungan kepada petani, yaitu dengan menekan pengeluaran biaya untuk pembelian pestisida. Selain itu, PRG juga mengurangi hilangnya pasar akibat penolakan konsumen atas komoditas yang tercemar oleh pestisida, serta dapat menekan rusaknya lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dalam pengendalian hama dan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman B.t. corn dapat secara nyata menekan aplikasi pestisida dan mengurangi hilangnya biaya pengendalian OPT.
b. PRG toleran terhadap jenis herbisida
Tanaman hasil rekayasa genetika bersifat resisten terhadap herbisida. Sebagai contoh, strain kedelai hasil rekayasa genetika Mosanto yang tidak memiliki efek negatif apabila diaplikasikan herbisida jenis Roundup. Dengan demikian PRG dapat memberikan keuntungan biaya dalam mengatasi gulma karena petani tidak memerlukan penggunaan herbisida dalam jumlah besar dengan berbagai jenis herbisida.
c. PRG tahan terhadap serangan penyakit tanaman
Beberapa cendawan, virus, dan bakteri banyak menimbulkan kerugian. Para pakar fitopatologi telah banyak menemukan beberapa varietas tanaman hasil rekayasa genetika yang tahan terhadap seranagan penyakit.
d. PRG toleran terhadap dingin
Gen antibeku dari ikan air dingin telah diintroduksi ke beberapa tanaman diantaranya tembakau dan tomat, sehingga tanaman dapat mentolelir terhadap suhu dingin yang pada tanaman biasa dapat mengakibatkan kerusakan pada proses perkecambahan.
e. PRG toleran terhadap kekeringan atau salinitas
PRG ini mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang kering dan tanah yang mengandung garam yang tinggi.
2. Bidang Kesehatan
a. PRG sebagai tambahan nutrisi.
PRG dapat membantu menambah kekurangan jenis vitamin tertentu, seperti strain golden rice yang merupakan varietas PRG padi yang ditambahkan vitamin A mampu mencegah kebutaan pada penduduk di negara-negara berkembang.
b. PRG sebagai obat atau vaksin
Vaksin yang disisipkan pada produk tanaman seperti pada tanaman tomat atau kentang lebih memudahkan dalam proses pengiriman dan penyimpanan, dibandingkan dengan vaksin injeksi.
3. Bidang Lingkungan
Produk rekayasa genetika dapat digunakan sebagai phytoremediation, yaitu tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi polusi logam berat dalam tanah. Produk rekayasa genetika selain memiliki kelebihan, juga memiliki kekurangan. Beberapa kelompok pemerhati lingkungan, organisasi keagamaan, dan para ahli menganggap bahwa pemanfaatan PRG akan menimbulkan bahaya terhadap lingkungan, kesehatan, dan tidak ekonomis.
1). Bahaya lingkungan.
Bahaya lingkungan yang mungkin diakibatkan oleh penggunaan produk rekayasa genetika antara lain :
a. Kematian organisme bukan target.
Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa varietas jagung B.t. telah menyebabkan kematian yang tinggi pada ”monarc butterfly caterpillars” meskipun serangga ini tidak menyerang tanaman jagung. Hal ini karena pollen jagung B.t terbawa oleh angin ke tanaman milkweed yang merupakan inang ”monarc butterfly caterpillars”.
b. Penurunan efektifitas dari pestisida
Penggunaan PRG tumbuhan yang tahan terhadap hama secara terus menerus dapat menstimulir munculnya gen-gen baru hama yang tahan atau resisten terhadap beberapa jenis pestisida.
c. Transfer gen kepada spesies yang tidak menjadi target.
Kasus munculnya ”superweeds” yang sangat resisten terhadap herbisida akibat penggunaan PRG (soybean roundup). Hal ini terjadi karena adanya transfer gen dari PRG tumbuhan ke gulma.
2). Gangguan kesehatan.
Gangguan kesehatan yang mungkin diakibatkan oleh penggunaan produk rekayasa genetika pada manusia antara lain:
a. Alergi.
Beberapa produk makanan yang berasal dari PRG menimbulkan dampak alergi terhadap manusia. Intoduksi gen tertentu seperti gen kacang-kacangan ke dalam tanaman kedelai dapat menimbulkan reaksi alergi yang berpengaruh terhadap ketahanan tubuh.
b. Pengaruh lain yang belum diketahui.
Pengaruh PRG terhadap kesehatan masih terus diteliti, akan tetapi berdasarkan fenomena yang telah terjadi seperti kasus cross polinasi dan kasus alergisitas, para ahli berpendapat kemungkinan reaksi buruk yang lain dapat terjadi.
3). Pertimbangan ekonomi
Penggunaan PRG dinilai tidak ekonomis karena untuk menghasilkan PRG membutuhkan biaya yang tinggi dan selanjutnya PRG ini biasanya dipatenkan oleh penciptanya. Biaya penelitian dan hak paten PRG akan dibebankan kepada pengguna melalui penjualan PRG yang mahal. Selain itu, PRG pada umumnya tidak menghasilkan keturunan dan digunakan hanya satu kali pakai.
Sebagai contoh adalah dalam bidang pertanian. Petani mengalami ketergantungan yang tinggi terhadap benih PRG. Hasil penelitian oleh lembaga penelitian dan universitas terkemuka di AS (1989) menyebutkan bahwa varietas kedelai PRG menghasilkan panen yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas nonPRG. PRG yang mengandung B.t ternyata tidak secara nyata mengurangi penggunaan pestisida seperti yang terjadi pada penanaman kapas PRG di Sulawesi Selatan, dan kasus kedelai RR yang ternyata tidak menurunkan pemakaian herbisida. Kondisi di atas membuktikan bahwa penggunaan PRG menurunkan keuntungan petani. Benbrook (1999) melaporkan bahwa petani di AS harus mengeluarkan biaya tambahan 12 % karena menanam kedelai PRG.